CERAI TALAK KARENA ISTRI MENOLAK TINGGAL DI RUMAH SUAMI (ANALISIS PUTUSAN NO 5311/Pdt.G/2024/PA.Jr PRESPEKTIF MAQASID SYARI’AH)
DOI:
https://doi.org/10.51878/knowledge.v5i3.6959Keywords:
cerai talak, putusan, maqasid ad-dhoruriyat al-khamsahAbstract
Divorce is one of the last resort solutions permitted by Islamic law when a marriage can no longer be maintained. In practice, the granting of divorce (?alaq) by the court requires considerations that are not only formal and juridical but must also be substantive in accordance with the principles of maqa?id al-shari‘ah. This study focuses on the Decision of the Religious Court Number 5311/Pdt.G/2024/PA.Jr, which granted the husband's petition for divorce on the grounds that the wife refused to live with her husband without a clear and legitimate reason. The objective of this study is to analyze whether the wife’s behavior, as stated in the court decision, qualifies as nushuz (marital disobedience) and to examine the extent to which the judge’s considerations align with the principles of maqa?id al-?aruriyyat al-khamsah. The research uses a qualitative method with a normative-juridical approach, and data collection is conducted through literature studies encompassing classical Islamic jurisprudence (fiqh) books, works on maqa?id al-shari‘ah, and court decisions. The analysis employs a qualitative-descriptive technique to assess the compatibility of the judge’s reasoning with maqa?id al-?aruriyyat al-khamsah, focusing on four main aspects: ?if? al-din (protection of religion), ?if? al-nafs (protection of life), ?if? al-‘aql (protection of intellect), and ?if? al-nasl (protection of lineage). The findings indicate that the wife’s conduct as stated in the decision essentially constitutes nushuz. However, since no underlying reasons for such behavior are provided, it cannot be conclusively justified as nushuz in the sense of being a disobedient wife. Furthermore, the judge’s considerations are generally in line with the maqa?id al-?aruriyyat al-khamsah, as the marriage had been disharmonious for an extended period. Nevertheless, the absence of the wife’s stated reasons for refusal diminishes the legal legitimacy of the decision, as it risks fostering a one-sided stigma against the wife.
ABSTRAK
Perceraian merupakan salah satu solusi terakhir yang dibenarkan syariat ketika rumah tangga tidak lagi dapat dipertahankan. Dalam praktiknya, penjatuhan talak oleh pengadilan memerlukan pertimbangan yang tidak hanya formal yuridis, tetapi juga harus substantif sesuai prinsip maqa?id syari‘ah. Penelitian ini memfokuskan kajian pada Putusan Pengadilan Agama Nomor 5311/Pdt.G/2024/PA.Jr, yang mengabulkan permohonan cerai talak dengan alasan istri menolak tinggal bersama suami tanpa alasan jelas dan sah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualifikasi perilaku istri sebagaimana termuat dalam putusan sebagai bentuk tindakan nusyuz serta menelaah kesesuaian pertimbangan hakim dengan prinsip maqa?id al-?horuriyat al-khamsah. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, jenis penelitian normatif-yuridis dan pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka yang mencakup kitab-kitab fikih, kitab-kitab maqa?id syari‘ah, dan putusan pengadilan dengan menggunakan teknik analisis kualitatif-deskriptif menilai kesesuaian argumentasi hakim berdasarkan maqa?id ad-dhoruriyat al-khamsah yang menitikberatkan pada empat aspek utama (?if? ad-din, hifz an-nafs, hifz al-‘aql, dan hifz an-nasl). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku istri yang termuat dalam putusan pada dasarnya adalah tindakan nusyuz akan tetapi dengan tidak dicantumkan alasan yang melatarbekangi perilaku tersebut maka tidak bisa dijustifikasikan sebagai istri nasyizah (istri pembangkang) dan bahwa pertimbangan hakim sudah sejalan dengan maqasid ad-dhoruriyat al-khamsah dengan alasan bahwa rumah tangga sudah tidak harmonis dalam kurun waktu yang lama, hanya saja dengan tidak mencantumkan alasan penolakan istri menjadikan putusan hakim mengurangi legitimasi hukum karena berpotensi menimbulkan stigma sepihak terhadap istri.
Downloads
References
Al-Dasuqi, M. bin A. bin ‘Arafah. (n.d.). Hasyiyah al-Dasuqi ‘ala al-Syarh al-Kabir. Dar al-Fikr.
Al-Dimyati, Y. bin A.-N. (2023). Mausu’ah al-fiqh ‘ala al-madzahib al-arba’ah (1st ed.). Dar At-Taqwa.
Al-muallifin, M. min. (n.d.). Al-mausu’ah al-fiqhiyah al-islamiah. Wizarah Al-Auqaf wa Asy-Syuun Al-Islamiah. https://shamela.ws/book/11430/27047
Al-Syaibani, A. bin M. bin ?anbal. (2001). Musnad Imam Ahmad bin Hanbal (1st ed.). Muassasah Ar-Risalah.
An-Nasa’i, A. bin S. (2018). Sunan An-Nasa’i (1st ed.). Dar Ar-Risalah Al-‘Alamiah. https://shamela.ws/book/1339/2355
An-Nawawi, Y. bin S. (n.d.). Al-majmu’ syarh al-muhadzab. Idaroh Ath-thiba’ah Al-Muniriyyah.
Anggraeni, W. (2020). Fenomena suami istri yang tidak tinggal se-rumah dan akibatnya pada perselingkuhan perspektif hukum Islam (studi di Kelurahan Hadimulyo Timur Kecamatan Metro Pusat Kota Metro) [Tesis, IAIN Metro]. http://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/4338/
Ath-Thayyar, A. bin N. (2019). Taqrib fatawa wa rasail Syekh Islam Ibnu Taimiyah (1st ed.). Dar Ibnu Aj-Jauzi li An-Nasr wa At-tauzi’i. https://shamela.ws/book/879/2937
Baz, A. A. bin A. bin. (n.d.). Al-ifham fi syarh ‘umdatul ahkam. Tawzi‘ Mu’assasah al-Juraisi.
Chaliddin, C. (2021). Peran pendampingan bantuan hukum keluarga pada kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Gampong Hagu Barat Laut Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Syarah: Jurnal Hukum Islam & Ekonomi, 10(2), 151. https://doi.org/10.47766/syarah.v10i2.212
Jamaluddin, A. bin A. bin M. (n.d.). Kasyfu al-musykil min hadits as-shohihain. Dar Al-Wathn.
Khunain, A. bin M. bin S. A. (2003). Tausif al-aqdiyah fi asy-syari’ah al-islamiah (1st ed.). https://shamela.ws/book/17810/992
Kurniati, P., et al. (2021). Marriage conflicts against the psychology of children. International Journal of Nusantara Islam, 9(1), 171. https://doi.org/10.15575/ijni.v7i2.12583
Maiaweng, P. C. D. (2017). Perceraian dan pernikahan kembali. Jurnal Jaffray, 15(1), 97. https://doi.org/10.25278/jj71.v15i1.237
Ningsih. (2024). Kehidupan rumah tangga suami istri yang tidak serumah (studi kasus di Kecamatan Banjarmasin Timur Kota Banjarmasin) [Tesis, Universitas Islam Negeri Antasari].
Qureshi, Z. A., et al. (2021). Towards the establishment of family dispute resolution center in Pakistan. Global Legal Studies Review, VI(I), 1. https://doi.org/10.31703/glsr.2021(vi-i).01
Royani, A. R., et al. (2025). Manajemen konflik dalam tinjauan Al-Qur’an dan filsafat ilmu. Social: Jurnal Inovasi Pendidikan IPS, 4(4), 672. https://doi.org/10.51878/social.v4i4.4459
Ruliyani, R., & Iswatiningsih, D. (2025). Revitalisasi makna simbolik Lamiang Turus Pelek dalam pernikahan adat Dayak Ngaju pada kajian pustaka berbasis antropologi simbolik. Cendekia: Jurnal Ilmu Pengetahuan, 5(3), 1295. https://doi.org/10.51878/cendekia.v5i3.6428
Saputra, F. A. (2022). Perspektif maslahah mursalah terhadap pemenuhan hak dan kewajiban suami istri tidak tinggal serumah (studi di Kelurahan Sukarame Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung) [Tesis, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung].
Sugiharto, J., & Khasanah, I. L. (2024). Tindak pidana kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan istri sebagai korban dan penerapan hukumnya di Pengadilan Negeri Sukoharjo. Indonesian Journal of Law and Justice, 1(1), 11. https://doi.org/10.61476/w2j9nt75
Syarif, M. (2023). Dampak perceraian terhadap psikologis, emosional dan mental anak dalam perspektif hukum Islam. Syariah: Journal of Islamic Law, 4(2), 38. https://doi.org/10.22373/sy.v4i2.580
Taimiyah, A. bin A. H. al-H. ibnu. (2004). Majmu’ fatawa. Majma’ Malik Fahd.
Taimiyah, A. bin ’Abdulhalim bin A. I. (1987). Al-fatwa al-kubra (1st ed.). Dar al-Kutub al-‘Ilmiah. https://shamela.ws/book/9690/2753
Zubair, A. Z. A., & Yassir, M. Y. M. (2025). Analisis perubahan dinamika peran purna pekerja migran Indonesia perempuan dalam keluarga di Desa Dukuh Dempok perspektif hukum Islam. Cendekia: Jurnal Ilmu Pengetahuan, 5(3), 811. https://doi.org/10.51878/cendekia.v5i3.6007